Berita  

Ketum AAC: Wajo Bukan Lagi Kota Santri, Melainkan Kota STPDN

Wajo, 25 Januari 2025 – Ketua Umum AAC (Agency Anti Corruption), Cender, mengkritik keras mutasi jabatan di lingkup Pemerintah Kabupaten Wajo yang dinilai didominasi oleh alumni Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN). Dalam pernyataannya, ia menyebut bahwa Wajo yang dikenal sebagai Kota Santri kini mulai berubah menjadi Kota STPDN.

Mutasi ini menunjukkan dominasi alumni STPDN di posisi strategis pemerintahan. Wajo yang dulu dikenal dengan identitas keagamaannya sebagai Kota Santri, kini seperti kehilangan karakter tersebut dan bergeser menjadi Kota STPDN,” tegas Cender.

loading="lazy" />

Kritik terhadap Prinsip Meritokrasi
Cender menilai bahwa pengisian jabatan yang lebih banyak diberikan kepada alumni STPDN mengabaikan prinsip meritokrasi, yaitu memberikan jabatan berdasarkan kompetensi dan kinerja, bukan afiliasi almamater. Hal ini, menurutnya, berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap birokrasi di Wajo.

Kita tentu tidak menolak keberadaan alumni STPDN, tetapi jika mereka mendominasi tanpa transparansi, ini mencederai rasa keadilan bagi ASN lain yang juga kompeten. Mutasi harus memastikan bahwa yang terpilih adalah yang terbaik, bukan berdasarkan kesamaan latar belakang pendidikan,” tambahnya.

Harapan untuk Pemerintah Daerah
Ketua Umum AAC juga mengingatkan bahwa pemerintah daerah harus menjaga asas transparansi, profesionalisme, dan keadilan dalam setiap kebijakan, terutama dalam hal pengisian jabatan. Ia meminta Pemkab Wajo untuk menjelaskan kepada publik alasan di balik dominasi alumni STPDN dalam mutasi kali ini.

Pemerintah Wajo harus memberikan klarifikasi agar tidak ada kesan bahwa birokrasi telah menjadi ruang eksklusif bagi kelompok tertentu. ASN lainnya yang memiliki kapasitas dan dedikasi juga berhak mendapatkan kesempatan yang sama,” ujarnya.

Dampak terhadap Identitas Kota Wajo
Cender menyatakan bahwa dominasi kelompok tertentu dalam pemerintahan berpotensi mengikis nilai-nilai yang selama ini melekat pada Kabupaten Wajo sebagai Kota Santri. Ia berharap ke depan, pemerintah daerah lebih bijaksana dalam menjaga keseimbangan antara kearifan lokal dan dinamika birokrasi.

Wajo adalah Kota Santri yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dan keberagaman. Jangan sampai identitas ini hilang karena kebijakan yang tidak mempertimbangkan asas keadilan dan kesetaraan,” tutup Cender.

Dengan kritik ini, masyarakat Wajo diharapkan semakin terlibat aktif dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah demi memastikan prinsip keadilan dan transparansi tetap terjaga.

ed: Ridwan

loading="lazy" />

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *